Kekuatan
cincin, masih dipertanyakan apakah benar adanya. Tak sedikit film yang
mengangkat kisah tentang keajaiban sebuah cincin yang luar biasa dampaknya
untuk kehidupan. Ini terjadi dan benar adanya kisah yang dimulai dan entah
bagaimana ending dari kisah tersebut.
“Gue baru selesai nonton Lord of The
Ring 1,2,3. Demi itu film, rela deh begadang dan liat deh mata panda keliatan
banget nih,” keluh senang Vinna sambil mendaratkan pipinya di atas meja kantin.
“Kapan sih lu gak ngabisin waktu lu
buat nonton itu film? Kayaknya lu seneng banget sama film tentang ring-ring dan
semacamnya itu. Ngebet mau dilamar?” sibuknya Benta dengan kaca tapi masih
fokus melontarkan ucapannya pada temannya itu.
“Apaan sih! Cuma tertarik dan seneng
aja. Cerita filmnya juga oke, apa salahnya?” masih asik dengan posisi pipi di
atas meja.
Ada sangkut pautnya antara film yang
menceritakan tentang cincin dengak kehidupan Vinna. Tepat dijari kelingking
tangan kirinya, terdapat cincin perak polos. Ketika usianya masih tujuh tahun,
cincin itu masuk di jari tengah tangan kirinya tanpa dia paham siapa anak yang
memberi cincin itu.
--
Di bawah langit orange yang sangat indah tapi menampakkan sebuah misteri dari awan
yang terbentuk di langit, menandakan bahwa hari akan gelap dan waktu untuk
menghentikan aktivitas bermain.
Taman bermain di kompleks perumahan
itu sudah sepi, hanya ada Vinna yang sedang mengambil sampah tersisa untuk
dimasukkan ke dalam tong sampah. Pemandangan berubah seketika, sesosok anak
laki-laki menghampiri Vinna, sontak membuat anak kecil ini kaget dan takut.
“Kamu lagi ngapain? Aku udah mau
pulang.” Jelas Vinna.
Tak ada jawaban yang terdengar yang diharapkan
Vinna, tapi pikirnya tak mungkin dia meninggalkan anak laki-laki itu sendiri,
sedangkan langit akan gelap.
“Kamu mau kemana?”
Tak ada jawaban yang dikeluarkan
anak laki-laki itu. Tapi hanya sebuah gerakan badan, anak itu menarik tangan
kiri Vinna dan memasukkan sebuah cincin di jari tengah Vinna. Tiba-tiba suara
klakson mobil terdengar, anak laki-laki itu langsung berlari menuju mobil tanpa
ada sebuah ucapan atau salam perpisahan pada Vinna. Hanya memandang ke arah
mobil, lama dan semakin lama, mobil itu hilang bagai di telan cahaya langit yang
mulai memudar, membuat jalan semakin gelap.
Vinna pulang dengan pertanyaan tak
sampai yang seharusnya dilontarkannya pada anak itu, mata Vinna masih tertuju
ke cincin yang ada di jari tengah tangan kirinya itu. Jawaban yang dia dapat
tentang cincin itu adalah anak laki-laki itu memberikan cincin sebagai hadiah
ulangtahun Vinna. Karena seminggu yang lalu adalah ulang tahun Vinna. Semenjak kejadian
itu, Vinna tidak pernah memikirkannya. Hanya abaian yang dia lakukan tentang
kejadian itu, tapi cincin itu tak dibuang. Masih ada di jarinya.
--
Sudah 13 tahun berlalu dari kejadian itu, tapi
Vinna masih menyimpan dan memakai cincin yang sekarang ada di jari
kelingkingnya. Vinna sudah tumbuh dewasa, hidup sebagai mahasiswi semester 2 di
Fakultas Ekonomi salah satu Universitas Negeri di kota Semarang.
“Besok
ada dosen gak, Gin?” tanya Vinna.
“Besok
kuliah kosong, ke kosan gue yaa.. Kita ngerujak,” jawab cepat Gina sambil memperlihatkan
jari telunjuknya berdiri diatas kepalanya.
“Ide
bagus, jam 11-an aja ya?” Saut Benta.
“Okay!”
Selesai
kuliah hari itu, Vinna, Gina, Benta, dan Tasya pergi ke toko buku yang bisa
dibilang lumayan jauh dari daerah kampus mereka. Biasanya, setelah mencari dan
membaca buku, mereka akan melanjutkan makan di tempat favorit mereka.
“Liat
cowok itu, Ben.” Vinna menunjuk ke arah cowok yang berdiri di sudut rak buku.
“Ganteng,
Vin,” jawab Benta sambil menatap Vinna dengan mata berkaca. “Lu kenal dia? Atau
dia cowok yang lagi lu taksir, Vin?” goda Benta.
“Gila
lu, Ben. Itu cowok daritadi kayaknya ngikutin gue mulu.” Asiknya mereka
bergosip, tiba-tiba..
“Ngomongin
gue, ya?” Jo datang, sontak membuat Vinna dan Benta kaget.
“Astaga!
Lu ngagetin gue aja. Ge-er banget sih, kita lagi asik ngomongin buku kok.” Jawab
Vinna dengan cetus sambil memperlihatkan novel yang sedang ia pegang.
“Gue
Jonathan, panggil aja Jo.”
Karena
kejadian barusan, mereka malah menjadi dekat. Tak lagi asik dengan buku yang
dicari, malah asik ngobrol.
“Lo
sendiri aja, Jo?” Tanya Vinna sibuk melihat sekeliling Jo.
“Sama
temen kok, sebentar lagi dia ke sini.”
“Oh,”
jawab Vinna belum selesai, tiba-tiba sesosok laki-laki menghampiri mereka.
“Udah
selesai, Jo? Buru balik, anak-anak pada nungguin kita buat latihan,” ajak Uki
dan langsung meninggalkan Vinna dan Benta.
Setelah
pertemuan itu, mereka tak pernah bertemu lagi. Tapi Vinna merasakan sesuatu
ketika kehadiran Jo dan Uki di hadapannya. Vinna tak menyadari apapun itu, tapi
entah untuk kedua laki-laki yang bertemu dengannya di toko buku kemarin.
“Sya,
gue ntar duluan ya. Soalnya mau ke perpus dulu.”
“Oke,
buk.” Jawab singkat Tasya.
Saat
masuk ke perpus kampus, Vinna merasakan getaran dan hawa yang berbeda dan tak
asing baginya. Sibuk mencari buku yang dicari, berjalan dan mengelilingi setiap
rak buku yang tingginya dua kali lipat dari tinggi badannya. Perasaan itu hadir
lagi, seperti ada bayangan orang yang semakin lama semakin mendekati Vinna. Dengan
rasa takut dan gugup, badan Vinna sedikit bergetar, dan tiba-tiba..
Dreeett..Dreeeett..
Suara
getar dari Hp Vinna, membuat dia harus sedikit melompat karena kaget dan
mengakhiri ketakutannya di balik suara Gina di telpon.
“Vin,
lo dimana? Ada cowok yang nyariin lo nih, namanya, Jonathan.”
“Jo?”
“Lo
kenal? Cepet ke kantin, gue sama anak-anak di sini.”
Mampus!!!
Apaan lagi nih, kenapa tiba-tiba Jo bisa di kampus dan nyariin Vinna. Dengan buru-buru,
Vinna langsung ke kampus dan meninggalnya banyak pertanyaan tentang bayangan
yang ada di perpus tadi.
Kedatangan
Jo ke kampus hanya untuk memberikan buku yang sedang Vinna cari dan tak dapat
ditemukan oleh Vinna
“Syukurlah,
thanks, Jo!”
Setelah
hari itu, Vinna dan Jo sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama saat weekend. Pergi makan, ke toko buku,
ngobrol di Cafe favorit. Sampai pada akhirnya, Jo mengungkapkan cinta kepada
Vinna.
“Maaf,
Jo. Aku masih asik temenan sama kamu,” Vinna menjawab dengan keraguan di mata
nya .
Mungkin
inilah yang dinamakan kutukan, sebuah kutukan cincin yang masih mengelilingi
jari kelingking Vinna.
“Mau
sampe kapan lu jomblo gini, Vin? Kurang apa Jo di mata lo? Keren, ganteng,
baik, asik, kece. Trus?”
“Emang,
tapi rasanya masih ada yang ngeganjel.”
“Apa?
Karena cincin? Buang aja itu cincin, dikutuk lu sama itu cincin.” Gina
melontarkan kalimat dengan nada agak kesal.
Vinna
memasang muka heran dan penasaran ke arah cincin di jari kelingkingnya itu,
benar-benar ini cincin kutukan. Setiap ada yang menyatakan cinta kepada Vinna,
pasti Vinna akan menolaknya.
--
Dua
bulan berlalu..
Weekend
tiba, Vinna dan ketiga temannya nongkrong di Cafe biasanya, memesan secangkir
cappucino cokelat dan roti bakar keju susu bertabur meses di atasnya. Vinna melihat
seorang yang dua bulan lalu baru menyatakan cinta padanya, sedang asik bertukar
cerita dengan teman sebelahnya, dan asik memainkan gitar.
“Vin,
proposal kegiatan ini bener gak? Gue masih ragu nih, kan biasanya lu sering
ngurusin proposal acara kampus,” Tasya memberikan proposal ke Vinna, tapi Vinna
tak meliriknya sama sekali. “Vin!” Masih tak ada jawaban, “Vinna!” Tasya
memukul bahu Vinna, sontak membuat Vinna kaget.
“Ya,
maaf, Jo.” Jawab Vinna langsung melirik Tasya. Dan membuat ketiga temannya itu
ketawa terbahak-bahak. Dan membuat perhatian Jo dan temannya mengarah ke tempat
duduk yang sedang di tempati Vinna.
“Sorry, sorry. Gue gak fokus.” Dengan muka
bego, Vinna sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dan tak disangka, Jo
memperhatikannya.
“Gimana
gak fokus, kan yang diliat cowok ganteng yang ada di pojok sana,” goda Gina
masih dengan tawa gelinya.
“Apaan
sih, gak kok!” Vinna dengan wajah malu langsung permisi ke toilet.
Semenjak
kejadian itu, Vinna sering merasakan sebuah keraguan. Keraguan di mata
laki-laki yang sering menatapnya dengan tatapan tajam. Bukan Jo, tetapi Uki. Sebuah
tolakan cinta yang ini berbeda, ketika Jo mengungkapkan cintanya, Vinna menolak
dengan cepat. Karena saat kejadian itu berlangsung, rasanya ada bayangan
sesosok yang tak dikenal dan sebuah cincin yang muncul di pikiran Vinna.
--
“Vinna
masih memakai cincin itu, Jo.” Uki memulai pembicaraan.
“Ya,
masih terlihat sangat jelas.” Pandangan Jo sangat kosong, terdiam dan sangat
lemas.
“Rasanya
bahagia melihat dia masih memakainya, mungkin dia gak bisa melupakan anak yang
memberikannya cincin itu.”
“Sudahlah,
Ki. Lagipula dia udah nolak gue secara terang-terangan.”
--
Siang
yang terik, matahari mulai merangkak dengan pelan dan membagikan kekuatan
berupa rasa hangat dan panas. Vinna berniat bertemu dengan Uki, ya, menghampiri
kampus Uki dan Jo, terlihat tulisan Teknik Sipil di depan gedung itu.
“Hai.
Uki?” sapa dinginnya Vinna sambil melambaikan tangan.
“Ya,
ada urusan apa?”
“Bisa
kita ngobrol sebentar?”
“Gue?
Bukannya Jo?”
“Bukan.”
Vinna
dan Uki pergi ke tempat yang biasanya Vinna dan temannya tongkrongi, sebuah
tempat yang sangat pekat harum kopi dan cokelatnya.
Vinna
melepaskan cincin yang ada di jari kelingkingnya dan meletakkan di dekat
cangkir kopi Uki. “Lo tau cincin ini?”
“Maksudnya?”
“Jujur,
gue ngerasa beda ketika jarak gue sama lo masih dalam satu tempat. Itu elo kan?”
Hening
seketika, beberapa menit tak ada yang mengeluarkan suara. Uki terdiam, Vinna
pun seperti dirasuki kediaman Uki. Masih dihangatkan dengan wangi jenis kopi
yang entah apa itu, tapi sangat menggoda. Rintik hujan yang mulai jatuh dan
mengembunkan kaca, seakan ingin mendinginkan dan mencairkan suasana.
“Ya,
itu Gue.” Uki menjawab dengan sorotan mata yang mengarah ke Vinna. “Gue yang
masukin cincin itu ke jari lo, tapi cincin itu bukan dari gue, Vin.”
“Lalu?
Dari siapa?” Lontaran jawaban dan rasa keingintahuan Vinna sangat besar
terlihat dari sosok matanya.
“Jo.”
Jawab singkat Uki.
“Apa?”
Vinna masih tak mempercayainya dan mengulangi pertanyaan.
“Jonathan.”
“Jo
sering memperhatikan elu, Vin. Tapi dia gak berani mau berteman atau hanya
mengucap hai. Tanggal itu, dia tau kalo lo ulang tahun. Hanya ada permata
terakhirnya di dunia, setelah kematian ibu nya. Peninggalan cincin yang Jo
putuskan untuk menjadikan sebuah hadiah ulang tahun buat lo. Tapi dia takut, lo
bakal nolak. Akhirnya, dia minta tolong ke gue buat ngasih cincin itu ke elo,
Vin.”
“Waktu
itu masih kecil, lo gak lagi ngarang kan, Ki?”
“Ngga
ada guna nya juga gue bohong. Pas di perpus, itu bayangan gue, Vin. Sorry udah
buat lo ketakutan.”
“Lo
ngapain ngikutin gue?”
“Awalnya
gue mau ngomong masalah cincin itu, gue pikir lo bakal nerima Jo setelah lo tau
kebenaran 13 tahun yang lalu.” Uki melepaskan pandangannya terhadap Vinna.
Masih
dalam percakapan yang belum bisa terbayangkan bakal terjadi seperti ini,
tiba-tiba Jo datang. Dengan wajah heran dan takut, baju yang basah karena hujan,
Vinna dan Uki sontak kaget melihat Jo yang tiba-tiba datang.
“Jo.”
Uki kaget dan tak habis pikir kenapa Jo bisa tau keberadaannya.
“Apa-apan
ini, Ki?” Jo menatap Uki dengan tatapan kesal dan penuh amarah.
Dengan
sigap dan cepatnya Vinna berdiri, Vinna langsung memeluk tubuh Jo yang ada di
sampingnya dalam keadaan basah.
“Maaf.”
Vinna masih dalam posisi memeluk Jo.
“Gak,
Vin. Aku yang salah. Aku belum berani bilang jujur sama kamu, Vin.” Jo
mengeratkan pelukannya.
“13
tahun aku dihantui bayangan yang selalu muncul, tapi aku gak tau itu siapa. Bayangan
yang selalu mengucapkan kata-kata yang tak aku ketahui aku harus menjaga siapa.
Aku gak bisa buang cincin ini, karena sangat berat untuk membuangnya. Beberapa tahun
ini rasanya sangat berat bagiku, Jo. Aku kadang nangis, karena cincin ini
seakan-akan mengharuskan aku untuk menemui yang dia tuju. Yang harus aku
lindungi, ibu mu adalah bayangan itu. Dan kamu adalah tujuannya, Jo.” Vinna
melepaskan pelukannya, dan mengelap air mata.
“Maaf,
kalo selama ini kamu menanggung perasaan ini, Vin. 13 tahun aku
memperhatikanmu, tapi baru kali ini aku berani bicara.”
“Tujuan
ku sudah tercapai, Jo. Mungkin aku harus mengembalikan cincin ini ke kamu,
bukan aku yang dituju oleh cincin itu, Jo.” Vinna mengulurkan tangannya,
mengharapkan Jo mengambil cincin itu.
Seperti
harapan Vinna, Jo mengambil cincin itu. Vinna meninggalkan Jo..
Seketika,
Jo menarik tangan Vinna.
“Gak,
Vin. Ibu memilih kamu buat aku.” Jo memasukkan cincin itu ke jari tengah Vinna,
walau hanya diujung jari, cincin itu bisa mendarat di tangan Vinna. Jo,
langsung memeluk Vinna dengan erat.
Bayangan
yang selalu hadir di pikiran Vinna, tujuan yang harus di temukan dan dipenuhi,
ternyata cincin itu mencari Jo. Lega dan ringannya, itulah perasaan yang sedang
Vinna rasakan. Tak ada bayangan, hanya sebuah tujuan yang harus merasakan
kebahagiaan.
--
By. NSW
0 komentar:
Posting Komentar